Rabu, 31 Maret 2010

profil kepribadian muslim


Print E-mail

A. Filosofi

Cendekiawan ialah orang yang mempunyai wawasan, sikap dan perilaku cendekia, yang tercermin dalam kemampuannya untuk menatap, menafsirkan, dan merespons lingkungan hidupnya dan perkembangan masyarakatnya dengan sikap kritis, kreatif, obyektif, dan analitis, atas dasar tanggung jawab moral dan kemanusiaan.

Kecendekiawanan merupakan panggilan nurani untuk melakukan peranan dan missi dalam masyarakat. Kecendekiawanan terletak terutama pada komitmen seseorang untuk melibatkan diri dalam masalah-masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan.

Ciri dasar kecendekiawanan adalah kepedulian pada kemanusiaan dan kemasyarakatan, serta terus menerus berusaha memberikan respon yang tepat dan bertanggung jawab. Kaum cendekiawan harus bisa mengartikulasikan diri sesuai dengan misi kecendekiawanannya.

Demikian pula alam pikiran terbuka yang melekat pada sub-kultur kaum cendekiawan, memberikan keleluasaan untuk melakukan kritik sosial. Kritisisme itu dapat mencakup segi moral, etik, sosial, politik, budaya, estetis, dan lain sebagainya.

Kata cendekiawan yang dalam Al-Qur’an yang disebut Ulul albab adalah perwujudan aktifitas akal dan hati. Akallah yang telah membuktikan kebenaran Islam dan setelah terbukti hati akan meyakini, selanjutnya mendorong setiap muslim yang memahami dan meyakininya untuk bergerak, menjadi agen-agen perubah di tengah-tengah masyarakat.

Kata kunci muslim menunjukkan bahwa berislamnya seseorang menuntut adanya totalitas. Karakter Islam yang syumul mewarnai seluruh aspek kehidupan sehingga pola pikir, emosi, perasaan dan juga fisik terwarnai dengan Islam. Dengan syahadah, seorang muslim meyakini dia memang diciptakan hanya untuk beribaah kepada Allah, bahwa tidak ada yang dapat memberinya kemudharatan keculai atas izin Allah, sehingga dengan demikian tidak ada satupun yang ditakutinya. Kalaupun ia harus berkorban harta bahkan sampai nyawa sekalipun, dia sadar apapun hasilnya akan berupa kebaikan, matinya adalah syahid dan hidupnya adalah kemuliaan.

Kata muda menunjukkan sosok yang produktif, progresif, kreatif serta inovatif, yang menunjukkan besarnya potensi sekaligus tanggung jawab. Cendekiawan muslim muda adalah adalah orang Islam yang berusia muda, energik dan produktif, peduli terhadap lingkungannya, terus menerus meningkatkan kwalitas iman dan taqwa, kemampuan berpikir, menggali, memahami dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kehidupan keagamaan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan untuk diamalkan bagi terwujudnya masyarakat madani.

B. Profil Kepribadian Muslim

Cendekiawan ialah orang yang mempunyai wawasan, sikap dan perilaku cendekia, yang tercermin dalam kemampuannya untuk menatap, menafsirkan, dan merespons lingkungan hidupnya dan perkembangan masyarakatnya dengan sikap kritis, kreatif, obyektif, dan analitis, atas dasar tanggung jawab moral dan kemanusiaan.

Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim tercermin pada orang-orang yang rajin melaksanakan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanya salah satu aspek yang harus ada dalam diri pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standard pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang wajib dirumuskan, sebagai acuan bagi pembentukan pribadi muslim. Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya terdapat 10 (sepuluh) profil atau ciri khas yang hendaknya ada pada pribadi seorang muslim.

a). Salimul Aqidah

Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang sepatutnya ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT sehingga tidak menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya : “Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidup dan Matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam” (QS. 6 : 162).

Karena pentingnya memiliki aqidah yang salim, Rasulullah dalam dakwahnya ara sahabat di Makkah mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

b). Shahihul Ibadah

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting, sebagaimana sabda beliau : ”sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat”. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan peribadatan haruslah merujuk kepada Sunnah Rasulullah SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

c). Matinl Khuluq

Akhlaq yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlaq mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Baik dalam hubungannya kepada Allah maupun kepada makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlaq mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik dunia maupun di akhirat.

Karena begitu pentingnya memiliki akhlaq mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlaq dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaqnya yang agung sehingga diabadikan dalam Al-Qur’an : ”Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlaq yang agung” (QS. 68 : 4).

d). Qowiyyul Jismi

Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksnakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Sholat, zakat, puasa, haji dan perang di jalan Allah harus dilaksanakan dengan fisik yang kuat. Oleh karena itu, kekuatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim, dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada mengobati. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sering sakit. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda : “Mukmin yang kuat aku cintai daripada mukmin yang lemah” (HR. Muslim).

e). Mutsaqqoful Fikri

Intelek dalam berfikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fathonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkapkan ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya : ”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS. 2 :219).

Dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Dapat kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya : ”Samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (QS. 39 : 9)

f). Mujahadatul Linafsihi

Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim. Karena setiap manusia memiliki kecendrungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecendrungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran islam. Rasulullah SAW bersabda : “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim).

g). Harishun Ala Waqtihi

Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam tersebut, ada manusia yang beruntung dan tidak sedikit manusia yang merugi. Karena itu tepat semboyan yang mengatakan ; Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi

Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut memenej waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif dan tidak sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, rehat sebelum sibuk dan kaya sebeleum miskin.

h). Munazhzhamun fi Syuunihi

Teratur dalam suatu urusan (munazhzhamum fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun Sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terikat dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapatkan perhatian. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya penerusan dan berilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.

i). Qodirun alal Kasbi

Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan kekuasaan (qadirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru boleh dilaksanakan bilamana seseorang memiliki kekuasaan, terutama dari segi ekonomi. Tidak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umrah, zakat, infaq, shodaqah, dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun Al-hadits dan hal tersebut memiliki keutamaan yang amat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kekuasaan inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rezki dari Allah SWT, karena rezki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau keterampilan.

j). Nafi’un Lighoirihi

Bermanfaat bagi orang lain atau nafi’un lighoirihii merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal mungkin agar dapat bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim tidak bisa mengambil peranan yang baik dalam masyarakatnya. Sabda Rasulullah SAW : “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermnafaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).

sejarah kuningan pasca masuknya islam


Sejarah Kuningan Pasca Masuknya Islam ini merupakan lanjutan dari posting sebelumnya yaitu Sejarah Kuningan Bagian 1 , disana telah disampaikan bahwa sebelum kedatangan Islam . Masyarakat Kuningan menganut agama Hindu dan merupakan Daerah otonom yang masuk wilayah kerajaan Sunda yang dikenal dengan nama Pajajaran, seluruh Jawa barat termasuk Cirebon pada tahun 1389 M masuk bagian dari Pajajaran dengan pelabuhannya saat itu meliputi Cirebon, Indramayu, Karawang, Sunda Kelapa dan Banten.

1. Waktu Cirebon dibawah pimpinan Ki Gedeng Jumajanjati anaknya Ki Gedeng Kasmaya, datanglah pelaut Cina yang dipimpin oleh Laksamana Te Ho ( Cheng Ho) dan sebagai rasa terimakasihnya atas sambutan rakyat Cirebon, maka dibuatlah Mercusuar di Pelabuhan Cirebon itu.

Setelah itu Pelabuhan Cirebon kedatangan seorang ulama Islam yang bernama Syekh Idhofi ( Syekh Datuk Kahfi ) yang dikenal dengan julukan Syeh Nuruljati. Ulama ini kemudian mendirikan pesantren dikaki bukit Sembung dan menetap di Pesambangan ( Desa Jatimerta). Salah satu murid ulama ini ada yang bernama Pangeran Walangsungsang Cakrabuana dan mendirikan sebuah kota bernama Caruban yang kemudian dikenal dengan nama Cirebon. Setelah ia berhaji mendapat julukan Haji Duliman yang akhirnya memimpin pemerintahan di Cirebon.

2. Saat itu di pelabuhan Karawang datang juga seorang ulama yang bernama Syekh Hasanuddin dari Campa dan dikenal dengan sebutan Syekh Quro karena mendirikan pesantren Quro. Dikemudian hari pesantren ini kedatangan Syekh Maulana Akbar yang meneruskan perjalanannya ke Pesambangan.

Dalam perjalanannya mengembangkan Islam, Syekh Maulana Akbar ini pernah singgah sebentar di daerah Buni Haji – Luragung , kemudian melanjutkannya sampai ke daerah Kuningan yang pada waktu itu dikenal dengan nama Kejene (artinya Kuning) , penduduknya menganut agama Hindu ( Agama Sanghiang), dengan pusat pemerintahannya di daerah Sidapurna yang artinya sempurna.

Syech Maulana Akbar akhirnya menetap disana dan mendirikan pesantren di Sidapurna serta menikah dengan seorang putri pejabat pemerintahan Kejene dan mempunyai seorang putra bernama Syekh Maulana Arifin atau syekh Arif. Karena pesatnya kemajuan pesantren ini sehingga tidak cukup menampung para pendatang, maka dibuatlah pemukiman baru dengan dasar Islam yang diberi nama Purwawinangun ( Artinya mula-mula dibangun ). Syekh Maulana Akbar ini meninggal dan dimakamkan di Astana Gede.

Syekh Arif ini meneruskan usaha yang telah dirintis oleh ayahnya dengan memajukan bidang peternakan, terutama peternakan kuda yang khas di Kejene ( kuda Kejene yang kemudian terkenal dengan sebutan Kuda Kuningan ), Syeh Maulana Arifin ini kemudian menikah dengan Ratu Salawati Putri dari seorang penguasa Kajene

2. Syarif Abdullah menikah dengan Rara Santang atau Syarifah Modarin putri Prabu Siliwangi dan mempunyai putra bernama Syarif Hidayatullah, Sesudah dewasa oleh ayahnya disuruh datang ke Daerah Surabaya -Jawa Timur untuk berguru kepada seorang ulama besar Islam yaitu Sayid Rahmat atau Sunan Ngampel yang memimpin daerah Ampeldenta. Kemudian Syarif Hidayatullah oleh Sunan Ngampel ditugaskan untuk menyebarkan Islam di Jawa barat dan dimulai dari Cirebon pada tahun 1470 M. Pada tahun 1479 M Haji Abdullah Imam berkenan menyerahkan kedudukan Kepala Pemerintahan Cirebon kepada Syarif Hidayatullah, setelah menikahi putrinya yang kemudian bergelar Susuhunan Jati atau dikenal dengan ” Sunan Gunung Jati ”.

3. Terdorong hasrat untuk menyebarkan Islam,pada tahun 1481 M Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (SGJ) datang ke Luragung . Waktu itu yang memimpin pemerintahan di Luragung adalah Ki Gedeng Luragung ,beliau masih saudara dengan Ki Gedeng Kasmaya dari Cirebon dan akhirnya Masuk Agama Islam.

Pada waktu itu juga datang Ong Tien putri dari Cina yang sedang mengandung menyusul ke Luragung kemudian melangsungkan pernikahan dengan SGJ. Ong Tien tersebut kemudian berganti nama menjadi Ratu Mas Rara Somanding.

SGJ bersama istrinya Ong Tien sepakat untuk memungut putra Ki Gedeng Luragung (yang masih bayi) sebagai putranya, Sebagai imbalannya Kigedeng Luragung diberikan ”Bokor Kuning” yang dikeluarkan dari kandungan Ong Tien oleh SGJ. Kemudian SGJ bersama Ongtien dan anak angkatnya yang diberi nama ”Sang Adipati” berangkat menuju Kejene yang pada waktu itu dipimpin oleh Pangeran Aria Kamuning dan masih menganut Hindu Budha.

Setelah Pangeran Aria Kamuning masuk Islam dan Ong Tien meninggal dunia pada tahun 1485 M Sang Adipati dipercayakan kepada Pangeran Aria Kamuning untuk dididiknya dengan baik. Selama Sang Adipati belum dewasa maka pangeran Aria Kamuning ditunjuk oleh SGJ sebagai Kepala Pemerintahan Perwakilan di Kejene dibawah Kerajaan Cirebon.

4. Setelah Sang Adipati berusia 17 tahun, tepatnya tanggal ” 1 September 1498 M , beliau dinobatkan sebagai Kepala Pemerintahan Kuningan dan diberi gelar Sang Adipati Kuningan. Dengan berdirinya Negera /Kerajaan Kuningan dibawah Sang Adipati, maka sejak tanggal penobatannya nama suatu daerah yang semula bernama Kejene kemudian diganti dan dikembalikan lagi kenama aslinya yaitu ” Kuningan”.

Beberapa waktu setelah penobatan Sang Adipati datang seorang tokoh untuk berguru kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon yang berasal dari daerah bawahan Pajajaran yang bernama Dipati Ewangga yang disebut juga Dipati Cangkuang. Sesudah ilmunya cukup, ia ditugaskan oleh SGJ untuk turut membantu penyebaran Islam dan mengatur Pemerintahan Kuningan. Sang Adipati juga dibantu oleh Rama Jaksa yang terkenal ahli dalam membuat senjata. Petilasan Rama jaksa ditemukan di suatu tempat di Desa Winduherang.

Selain itu Sang Adipati juga mendapat bantuan dua orang juru dakwah yang dikirim SGJ yaitu Pangeran Purwajaya dan Pangeran Purwaganda yang datang ke Kuningan disertai dengan rombongan kesenian.

Dengan bantuan 4 tokoh tersebut dan Pangeran Aria Kamuning, Sang Adipati melakukan penyebaran Islam kesebelah timur, selatan , barat sampai ke Talaga dan Rajagaluh ( Benteng pertahananan terakhir) dari kerajaan Hindu sekitar Cirebon.

5. Untuk lebih meresapkan Agama Islam di kalangan penduduk Kuningan SGJ mengirim lagi Syekh Rama Haji Irengan, ia memilih tempat kediamannya di Darma dan dengan bantuan para wali ia membuat kolam yang sekarang dikenal dengan nama ”balong kancra” atau ”balong keramat” atau ”Darma loka”. Bila diperhatikan bentuk balong itu berliku-liku membentuk lafal Muhammad. Sesudah selesai membuat balong darma para wali sepakat untuk membuat kolam-kolam lainnya dibeberapa tempat yang memiliki sumber mata air seperti : Balong Cigugur, balong Cibulan dan balong Pasawahan. Tidak jauh dari kolam2 itu para wali mendirikan tempat-tempat pesantren untuk melakukan kegiatan pemantapan Agama Islam.

6. Ketika Portugis mau mendirikan benteng ditepi sungai Ciliwung untuk memperkuat pertahanan menghadapi kekuasaan Islam di jawa Barat. Maka pada tanggal 21 Agustus 1522 M membuat persekutuan dengan Pajajaran untuk menggagalkan usaha Portugis tersebut. SGJ dan Demak setuju untuk menyerang dan menduduki Sunda Kelapa mendahului Portugis. Kemudian datang bala tentara Demak ke Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah( Faletehan) atau Fadhillah Khan . Balatentara yang dipimpin Patahillah itu diperkuat dengan pasukan tambahan dari Cirebon dan dari Kuningan yang dipimpin oleh Dipati Ewangga.

Semua pasukan bertolak dari pelabuhan Cirebon menggunakan kapal laut, mula-mula yang didudukinya adalah Banten terus Fatahillah mengerahkan tentaranya menuju Sunda Kelapa dan berhasil di dudukinya tahun 1527 M. Untuk mengabadikan kenangan itu maka nama Sunda Kelapa diganti menjadi ” Jayakarta”.

Tokoh-tokoh yang turut berjuang dengan Fatahillah banyak yang menetap di Jayakarta, diantaranya Dipati Ewangga bersama para pengikutnya dari Kuningan, yang kemudian membuat pemukiman di daerah itu yang pada akhirnya dikenal dengan nama ”Kampung Kuningan” atau daerah Kuningan – Jakarta.

7. Untuk meningkatkan kembali penyebaran Islam ke daerah pedalaman Jawa Barat pada tahun 1528 M SGJ Mengangkat Putranya yaitu Pangeran Pasarean sebagai pemangku kekuasaan Cirebon. Diantara daerah2 pedalaman yang telah di Islamkan itu adalah Talaga, Sindangkasih ( Daerah Majalengka), Cangkuang ( Garut), Galuh, Ukur, Cibalagung, Pagadingan ( Klungkung Bntar), Indramayu, Batulayang dan Timbanganten.

Dengan dinobatkannya Pangeran Pasarean, Kerajaan Rajagaluh dibawah Prabu Cakraningrat merasa hawatir dan perhatiannya mulai ditujukan ke Cirebon dengan tuntutan agar Cirebon mengakui kekuasaannya dan menghentikan penyebaran Agama islam. Semula Rajagaluh mengirimkan utusan dibawah pimpinan De Dipasara. Tetapi usaha itu dihalang-halangi oleh Sang Adipati Kuningan sehingga terpaksa kembali ke Rajagaluh. Pihak Rajagaluh siap-siap memperkuat pertahanannya di kaki Gunung Gundul, Gempol dan Palimanan yang dipimpin oleh Dipati Kiban. Untuk menghadapi ancaman lawan itu SGJ mendirikan pertahanan di Plered yang dipercayakan untuk dipimpin oleh Sang Adipati Kuningann. Sebelum melakukan serangan langsung Sang Adipati Kuningan berusaha mencari penyelesaian secara damai dan mengirim utusan dibawah pimpinan Demang Singgati untuk menghubungi Rajagaluh. Tetapi usaha itu gagal dan terjadilah pertempuran yang akhirnya Rajagaluh dapat ditundukan. Dalam pertempuran ini Sang Adipati mendapat bantuan dari Pangeran Walangsungsang Cakrabuana, Ratu Mas Gandasari dan Pangeran Karangkendal.

8. Sang Adipati menikah dengan putri Syekh Maulana Arifin dan mempunyai seorang putra bernama ”Geusan Ulun” yang pada tahun 1570 M dinobatkan menjadi Kepala Pemerintahan Kuningan menggantikan ayahnya yang meninggal pada tahun 1568 M. Setelah dinobatkan beliau bergelar Pangeran Geusan Ulun atau Prabu Geusan Ulun. Beliau mempunyai banyak istri yang berasal dari putri tokoh-tokoh penting yang berpengaruh di daerahnya dan mempunyai anak sebanyak 40 orang.

Pada masa pemerintahan Geusan Ulun, di pulau Jawa ini mulai tumbuh pusat-pusat Kekuasaan baru seperti di Jawa tengah tumbuh kerajaan Mataram yang berhasrat untuk mengembangkan pengaruhnya ke daerah Priangan termasuk Cirebon dan Kuningan, sedangkan disebelah barat, Jayakarta telah jatuh ketangan kekuasaan asing VOC ( Belanda ) dan disana mendirikan kekuasaan yaitu Batavia.

Setelah Geusan Ulun Meninggal tahun 1650 M dan dimakamkan di Astana Gede Kuningan, maka timbul pembagian kekuasaan diantara saudara-saudaranya yang lain di pusat kota Kuningan dipegang oleh Dalem Mangkubumi sedangkan yang lainnya sebanyak 28 orang menempati tempat-tempat kedudukan seperti dapat diketahui dari nama julukannya atau tempat pemakamannya yaitu Dalem :

Mangkubumi dimakamkan di Purwawinangun, Citangtu ,Panyilih, Pasawahan, Koncang, Trijaya, Kasturi, Dago Jaya, Winduherang, Salahonje, Nayapati, Karawang. Amonggati, Cihideung, Cengal,Keko, Paduraksa, Cigugur, Tembong, Cikondang, Cibinuang, Maruyung, Balostrong, Tarka,Haur Kuning, Wirajaya, Mangku, Cigadung dan dalem Cageur.

Adapun Anak Geusan Ulun yang tidak memegang pemerintahan adalah Nyai Panembahan Girilaya, Nyai Kuwu Cirebon Girang, Adipati Ukur, Nyai Gedeng Pamuragan, Nyai Aria Salingsingan, Nyai Musti, Nyai Dalem Sumedang, Dipati Barangbang, Dewi Ratna Campaka, Nyai Gedeng Anggadiraksa dan Nyai Gedeng Jati.

Sesudah Kuningan dibagi dengan 29 Kabupaten yang masing-masing dipimpin oleh seorang Dalem dari keturunan Geusan Ulun. Daerah Kuningan itu kemudian masuk wilayah kekuasaan Mataram, selanjutnya dengan jatuhnya Cirebon dibawah kekuasaan VOC sejak tahun 1682 M, malapetaka sebagai akibat sistem monopoli VOC juga menimpa rakyat Kuningan.

9. Memasuki abad 19 setelah pembubaran VOC, nasib rakyat tidak menjadi lebih baik dibawah kekuasaan Gupernemen Hindia Belanda. Pada tanggal 2 Pebruari 1809 M , Daendeles mengeluarkan peraturan mengenai pengurusan tanah-tanah Cirebon dan para Sultan menjadi pegawai Belanda dengan pangkat /jabatan Bupati dan Wedana. Didaerah Kuningan ada beberapa orang Tumenggung yang dibawahi oleh Sultan Kasepuhan antara lain Kuningan dan Cikaso. Kekuasaan para sultan dihapuskan oleh Raffles dan diangkat Bupati-bupati dari pegawai biasa dalam pemerintahan. Pada tanggal 15 Januari 1819 M, dikeluarkan keputusan Komisaris Jendral No. 23 untuk membentuk Kabupaten Kuningan, tetapi wilayah administrasinya baru meliputi bagian selatan wewengkon Kabupaten Kuningan yang sekarang.

10. Pada abad 20 mulai didirikan sekolah untuk rakyat biasa di Kuningan. Pengaruh kebangkitan nasional lambat laun masuk dan meluas serta menggerakan Rakyat dalam organisasi pergerakan politik dan sosial.

Keruntuhan Hindia Belanda oleh Jepang membuka penderitaan rakyat yang tidak kurang kejamnya dari pada masa sebelumnya, tetapi orang Kuningan dalam keluarga besar bangsa Indonesia dibuat lebih siap untuk menyongsong kemerdekaan. Dalam perjuangan bangsa Indonesia membela proklamasi dan mempertahan NKRI ternyata para pejuang Kuningan dengan dukungan segala lapisan masyarakat mempunyai saham cukup besar. Katakanlah Linggarjati membuat lembaran sejarah nasional, kemudian Ciwaru melakukan peranan penting dibidang perjuangan Pemerintahan sipil dengan dijadikannya Pusat Pemerintahan Karesidenan Cirebon dalam menghadapi agresi I dalam perang kolonial Belanda. Dibidang militer, Sagarahiang selama Agresi I dan II menjadi pusat koordinasi perjuangan dalam perang gerilya.

Dalam Masa RIS rakyat Kuningan memelopori Likwiditas Negara Pasundan untuk mengembalikan Jawa Barat dalam pangkuan RI. Sesudah lewat masa revolusi fisik dan memasuki tahun lima puluhan, masalah politik,ekonomi dan sosial, termasuk kedalamnya situasi keamanan oleh gangguan DI/TII serta kemudian aksi-aksi sepihak yang dihasut oleh agitasi PKI sampai terjadinya kudeta terkenal G30 S/PKI membuat pembangunan terbengkalai. Baru setelah tahun 1966 M sampai dengan sekarang pembangunan baru dapat dilaksanakan dengan lebih baik, tertata dan berkesinambungan, ini semua tentu dalam rangka mengisi arti kemerdekaan dan mensejahterakan masyarakat.

Demikian Sejarah Kuningan Pasca Masuknya Islam dan sampai sekarang tahun 2010 diusianya yang 511 tahun ( HUT Kuningan diperingati setiap tanggal 1 September ) Kabupeten Kuningan telah mempunyai 32 Kecamatan meliputi 361 Desa dan 15 Kelurahan dengan Sesanti Daerah ”Rapih Winangun Kerta Raharja” dan moto juang daerahnya adalah Kuningan Asri yakni Kuningan yang Aman, Sehat, Rindang dan Indah. Semoga. Amin.

sejarah kuningan

Pertama kali diketahui Kerajaan Kuningan diperintah oleh seoran raja bernama Sang Pandawa atau Sang Wiragati. Raja ini memerintah sejaman dengan masa pemerintahan Sang Wretikandayun di Galuh (612-702 M). Sang Pandawa mempunyai putera wanita bernama Sangkari. Tahun 617 Sangkari menikah dengan Demunawan, putra Danghyang Guru Sempakwaja, seorang resiguru di Galunggung. Sangiyang Sempakwaja adalah petera tertua Wretikandayun, raja pertama Galuh. Demunawan inilah yang disebutkan dalam tradisi lisan masyarakat Kuningan memiliki ajian dangiang kuning dan menganut agama sanghiyang.

Meskipun Kuningan merupakan kerajaan kecil, namun kedudukannya cukup kuat dan kekuatan militerna cukup tangguh. Hal itu terbukti dengan kekalahan yang diderita pasukan Sanjaya (raja galuh) ketika menyerang Kuningan. kedatangan Sanjaya beserta pasukannya atas permintaan Dangiyang Guru Sempakwaja, besan sang Pandawa dengan maksud untuk memberi pelajaran terhadap Sanjaya yang bersikap pongah dan merasa diri paling kuat. Sanjaya adalah cicit Sang Wretikandayun, melalui putranya Sang Mandiminyak yang menggantikannya sebagai raja galuh (703-710) dan cucunya Sang Sena yang menjadi raja berikutnya (710-717).

Di Kerajaan Galuh terjadi konflik kepentingan, sehingga Resi Guru Sempakwaja mengambil keputusan. Diantaranya menempatkan Sang Pandawa menjadi guru haji (resiguru) di layuwatang (sekarang tempatnya di Desa Rajadanu Kecamatan Japara). Sedangkan kedudukan kerajaan digantikan Demunawan dengan gelar Sanghiyangrang Kuku, tahun 723.

Masa pemerintahan Rahyangtang Kuku, diberitakan bahwa ibu kota Kerajaan Kuningan ialah Saunggalah. Lokasinya diperkirakan berada di sekitar Kampung Salia, sekarang termasuk Desa Ciherang Kecamatan Nusaherang. Seluruh wilayahnya meliputi 13 wilayah diantaranya Galunggung, Layuwatang, Kajaron, Kalanggara, Pagerwesi, Rahasesa, Kahirupan, Sumanjajah, Pasugihan, Padurungan, Darongdong, Pegergunung, Muladarma dan Batutihang.

Tahun 1163-1175, Kerajaan Saunggalah terungkap lagi setelah tidak ada catatan paska Demunawan. Saat itu tahta kerajaan dipegang oleh Rakean Dharmasiksa, anak dari Prabu Dharmakusumah (1157-1175) seorang raja Sunda yang berkedudukan di Kawali. Rakean Dharmasiksa memerintah Saunggalah menggantikan mertuanya, karena ia menikan dengan putri Saunggalah.

Namun Rakean Dharmasiksa tidak lama kemudian menggantikan ayahnya yang wafat tahun 1175 sebagai raja Sunda. Sedangkan kerajaan Saunggalah digantikan puteranya yang bernama Ragasuci atau Rajaputra. Sebagai penguasa Saunggalah, Ragasuci dijuluki Rahyantang Saunggalah (1175-1298). Ia memeristri Dara Puspa, putri seorang raja Melayu.

Tahun 1298, Ragasuci diangkat menjadi Raja Sunda menggantikan ayahnya dengan gelar Prabu Ragasuci (1298-1304). Kedudukannya di Saunggalah digantikan puteranya bernama Citraganda. Pada masa kekuasaan Ragasuci, wilayah kekuasaannya bertambah meliputi Cipanglebakan, Geger Gadung, Geger Handiwung, dan Pasir Taritih di Muara Cipager Jampang.

Masa Keadipatian

Berdasarkan tradisi lisan, sekitar abad 15 Masehi di daerah Kuningan sekarang dikenal dua lokasi yang mempunyai kegiatan pemerintahan yaitu Luragung dan Kajene. Pusat pemerintahan Kajene terletak sekarang di Desa Sidapurna Kecamatan Kuningan. saat itu, Luragung dan Kajene bukan lagi sebuah kerajaan tapi merupakan buyut haden. Masa ini, dimulai dengan tampilnya tokoh Arya Kamuning, Ki Gedeng Luragung dan kemudian Sang Adipati Kuningan sebagai pemipun daerah Kajene, Luraugng dan kemudian Kuningan.

Mereka secara bertahap di bawah kekuasaan Susuhunan Jati atau Sunan Gunung Djati (salah satu dari sembilan wali, juga penguasa Cirebon). Tokoh Adipati Kuningan ada beberapa versi. Versi pertama Sang Adipati Kuningan itu adalah putera Ki Gedeng Luragung (unsur lama). Tetapi kemudian dipungut anak oleh Sunan Gunung Djati (unsur baru).

Dia dititipkan oleh aya angkatnya kepada Arya Kamuning untuk dibesarkan dan dididik. Kemudian menggantikan kedudukan yang mendidiknya. Versi kedua, Sang Adipati Kuningan adalah putera Ratu Selawati, keturunan Prabu Siliwangi (unsur lama), dari pernikahannya dengan Syekh Maulanan Arifin (unsur baru). Disini jelas terjadi kearifan sejarah.

Berdasarkan Buku Pangaeran Wangsakerta yang ditulis abad ke 17, Sang Adipati Kuningan yang berkelanjutan penjelasanya adalah berita yang menyebutkan tokoh ini dikaitkan dengan Ratu Selawati. Bahwa agama Islam menyebar ke Kuningan berkat upaya Syek Maulana Akbar atau Syek Bayanullah. Dia adalah adik Syekh Datuk Kahpi yang bermukim dan membuka pesantren di kaki bukit Amparan Jati (sekarang Cirebon).

Syekh Maulana Akbar membukan pesantren pertama di Kuningan yaitu di Desa Sidapurna sekarang, ibu kota Kajene. Ia menikah dengan Nyi Wandansari, putri Surayana. Ada pun Surayana adalah putra Prabu Dewa Niskala atau Prabu Ningrat Kancana, Raja Sunda yang berkedudukan di Kawali (1475-1482) yang menggantikan kedudukan ayahnya Prabu Niskala Wastu Kancana atau lebih dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi.

Dari pernikahan dengan Nyi Wandansari berputra Maulana Arifin yang kemudian menikah dengan Ratu Selawati. Ratu Selawati bersama kakak dan adiknya yaitu Bratawijaya dan Jayakarsa adalah cucu Prabu Maharaja Niskala Wastu Kancana atau Prabu Siliwangi. Bratawijaya kemudian memimpin di Kajene dengan gelar Arya Kamuning. Sedangkan Jayaraksa memimpin masyarakat Luragung dengan gelar Ki Gedeng Luragung.

Mereka bertiga, yakni Ratu Selawati, Arya Kamuning (Bratawijaya), Ki Gedeng Luragung (Jayaraksa) diIslamkan oleh uwaknya yakni Pangeran Walangsungsang. Adapun Sang Adipati Kuningan yang sesungguhnya bernama Suranggajaya adalah anak dari Ki Gedeung Luragung (namun hal itu masih merupakan babad peteng atau masa kegelapan yang sampai saat ini tidak diketahui kebenarannya sesungguhnya anak siapa Sang Adipati Kuningan).

Atas prakarsa Sunan Gunung Djati dan istrinya yang berdarah Cina Ong Tin Nio yang sedang berkunjung ke Luragung, Suranggajaya diangkat anak oleh mereka. Tetapi pemeliharaan dan pendidikannya dititipkan pada Arya Kamuning. Sedangkan Arya Kamuning sendiri dikabarkan tidak memiliki keturunan. Akhirnya Suranggajaya diangkat jadi adipati oleh Susuhunan Djati (Sunan Gunung Djati) menggantikan bapak asuhnya.

Penobatan ini dilakukan pada tanggal 4 Syura (Muharam) Tahun 1498 Masehi. Penanggalan tesebut bertempatan dengan tanggal 1 September 1498 Masehi. Sejak tahun 1978, hari pelantikan Suranggajaya menjadi Adipati Kuningan itu ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan sampai sekarang.***