Rabu, 08 Desember 2010

Spirit Baru Ki Sunda

Spirit Baru Ki Sunda

Oleh Ahmad Zakiyuddin

Pada tanggal 26 Juli s.d 27 Juli 2010 Paguyu- ban Pasundan baru saja melaksanakan kongresnya yang ke- 41. Kongres tersebut sejatinya memunculkan harapan dan inovasi baru tidak sebatas rutinitas pergantian kepemimpinan Paguyuban Pasundan. Kongres seharusnya memunculkan spirit baru bagi perubahan harkat dan martabat Ki Sunda, yaitu menjadi fasilitator, dinamisator, dan katalisator perubahan sosial masyarakat Sunda menuju masyarakat unggul dina sagala widang kahirupan sebagaimana filosofi urang Sunda anu nyunda, nyantri, nyakola sareung nyantika.

Paguyuban Pasundan semenjak berdiri sesungguhnya telah menorehkan semangat perubahan bagi Ki Sunda, khususnya terhadap generasi muda Sunda. Hal ini tercermin dari sosok dan karakter Oto Iskandardinata yang memiliki perhatian luar biasa terhadap generasi muda Sunda. Oto Iskandardinata menunjukkan jati diri orang Sunda anu sajati, anu teu unggut kalinduan teu gedag kaanginan tur leber wawanen.

Oto Iskandardinata menganjurkan, "Pemuda Sunda! Kalau kalian tidak sungguh-sungguh mengasah diri, bukan mustahil, kalian di tanah air sendiri tidak akan mendapat bagian, terpaksa terus berkosong tangan, sebab kalah oleh golongan lain. Oleh sebab itu, para pemuda Sunda, cepat buka mata, cepat kumpulkan tenaga dan senjata, yang dibangun dengan pengetahuan adat tabiat yang kokoh, yaitu kesungguhan, kemauan, ketekunan, niat yang kuat, dan keberanian. Kalau tidak demikian, sia-sialah, pasti pemuda Sunda terdesak di medan perang dalam mencari penghidupan."

Namun, saat ini, spirit Oto Iskandardinata hanya menjadi kertas sejarah, bahkan semangat kaderisasi regenerasi di Paguyuban Pasundan kian memudar. Salah satu indikasinya, Paguyuban Pasundaan belum maksimal melakukan transformasi regenerasi Ki Sunda.

Moralitas kolektif

Hasil Kongres ke-41 Paguyuban Pasundan harus dijadikan arena pendidikan politik bagi masyarakat Jawa Barat dengan mewujudkan kepemimpinan Paguyuban Pasundan ke depan yang berketeladanan dan berkarakter. Kongres semestinya menunjukkan performa demokrasi sejati yang senantiasa menjunjung tinggi moralitas kolektif demi kepentingan masyarakat, bukan mempertahankan ambisi sempit kelompok elite Paguyuban Pasundan.

Proses demokrasi yang menjunjung tinggi moralitas kolektif perlu ditegakkan dalam memajukan dan dalam pengambilan keputusan organisasi Paguyuban Pasundan. Alasannya, pertama, Paguyuban Pasundan adalah organisasi tertua Sunda yang merupakan milik publik. Keterlibatan kolektivitas publik sesungguhnya modal utama dalam memberikan asupan gizi bagi pertumbuhan Paguyuban Pasundan. Asupan gizi tersebut diharapkan memberikan spektrum warna pelangi yang akan berdampak keseimbangan organisasi. Warna pelangi membuat Paguyuban Pasundan terlihat menawan dan tidak kaku.

Kedua, berdirinya Paguyuban Pasundan sejatinya wujud "ijtihad kolektif" tokoh-tokoh Sunda masa lalu agar Paguyuban Pasundan menjadi "obor" dalam mengangkat harkat dan martabat Ki Sunda. Ijtihad kolektif akan lebih memiliki makna substansial untuk kesejahteraan masyarakat seandainya Paguyuban Pasundan membuka ruang seluas-luasnya untuk hadirnya dialektika lintas generasi, termasuk kritik, saran, dan masukan konstruktif sehingga elemen-elemen Ki Sunda merasa memiliki dalam memajukan Paguyuban Pasundan.

Ketiga, dengan moralitas kolektif, segala tindakan organisasi akan mampu memberi manfaat yang luas bagi masyarakat. Apa pun konsekuensi logis dari semua keputusan yang diambil yang melibatkan moralitas kolektif akan menjadikan nasihat dan pelajaran terbaik bagi kelangsungan kehidupan sosial berikutnya.

Keteladanan

Terwujudnya kepemimpinan yang berketeladanan merupakan fokus prasyarat utama dan terpenting bagi pemulihan Ki Sunda dari deraan multikrisis berkepanjangan. Ketua Umum Paguyuban Pasundan ke depan harus mengembangkan dan mencontohkan kepemimpinan yang berketeladanan. Pertama, keteladanan dalam membangun hubungan yang harmonis dan sinergis dengan berbagai pihak. Kedua, keteladanan dalam menjalankan kebijakan dengan komitmen dan konsistensi tinggi dalam menjalankan amanah organisasi. Ketiga, keteladanan dalam mewujudkan keberpihakan nyata kepada masyarakat Sunda. Keempat, keteladanan untuk menghindarkan dan menjauhkan Paguyuban Pasundan dari sikap pragmatis dengan hanya menyandarkan roda organisasi pada figur yang memiliki jabatan untuk diangkat menjadi pengurus Paguyuban Pasundan daripada menciptakan pengaderan generasi muda Sunda. Pendekatan pragmatisme memunculkan kesan, Paguyuban Pasundan hanya alat politik pihak-pihak tertentu untuk menjadi bemper politik dan hukum, padahal secara real tidak memiliki implikasi manfaat apa pun terhadap proses peningkatan SDM dan regenerasi Ki Sunda.

Sudah saatnya Paguyuban Pasundan bangun dari tidur panjangnya. Sudah saatnya Paguyuban Pasundan tidak terjebak pada pragmatisme politik dan menjadikan lembaga sebagai underbow partai politik dan tokoh tertentu. Paguyuban Pasundan yang dinantikan adalah Paguyuban Pasundan yang memiliki sense of crisis terhadap masyarakat dan peduli memperjuangkan kaderisasi dan regenerasi kepemimpinan dan peduli terhadap pemberdayaan Ki Sunda.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar